laporan dekomposisi
Laporan
praktikum
Dasar-Dasar Ekologi
DEKOMPOSISI
NAMA : RAHMAT
SOLEH
NIM :
G011171066
KELAS : DDE
A
KELOMPOK : 1
ASISTEN : 1.
SRIBULAN HENDRIK
2.
ANDRI JASMITRO
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN
BUDIDAYA TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Dekomposisi
merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia.
Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan
diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah
dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi
harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah
antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia)
dan beberapa faktor lingkungan yang
memiliki peran penting dalam proses dekomposisi seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan
kelembapan tempat proses dekomposisi berlangsung (Rafiuddin dkk, 2017).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar
nama tanah di sekitar kita diantaranya adalah tanah humus. Kata tanah humus
seringkali kita dengar di telinga kita. Humus merupakan tanah yang dikenal
sebagai tanah yang paling subur. Tanah humus ini adalah tanah yang dikenal
sebagai tanah yang gembur dan paling banyak digunakan dalam bidang pertanian.
Tanah humus merupakan tanah yang paling subur untuk tumbuh-tumbuhan karena
memiliki komposisi yang mirip dengan pupuk kompos. Hal ini karena tanah humus
merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan-pelapukan dedaunan dan juga
batang pohon, serta ada percampuran dari kotoran hewan. Humus juga dikenal
sebagai sisa- sisa dari tumbuhan dan juga hewan-hewan yang mengalami perombakan
oleh organisme yang ada di dalam lapisan tanah yang biasa disebut dekomposisi.
Proses dekomposisi sangat
berperan dalam perngolahan serasah yang dihasilkan di alam. Produksi serasah adalah guguran struktur
vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh
faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya, kematian,
serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim.
Dalam proses
alamiahnya, serasah tersebut akan mengalami proses dekomposisi yang pada
umumnya terjadi dalam waktu yang cukup lama. Proses dekomposisi dalam keadaan
alamiahnya yang berlangsung cukup lama dapat kita percepat melalui beberapa
tindakan khusus tanpa merusak ekologi yang ada.
Berdasarkan uraian diatas maka pengamatan tentang
dekomposisi ini dianggap perlu dan
semoga dengan ini bisa memberi pengetahuan yang membawa banyak manfaat bagi
kami selaku mahasiswa.
1.2.
Tujuan Dan Kegunaan
Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa
vegetasi pohon.
Adapun
kegunaan dari percobaan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang
proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
tanaman.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Dekomposisi
Secara Umum
Dekomposisi serasah adalah perubahan
fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi,
dan hewan tanah lainnya) yang disebut dekomposer/pengurai. Dekomposisi juga
dikenal dengan istilah mineralisasi, yaitu proses penghancuran bahan organik
yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Arisandi, 2002).
Sampah daun, ranting-ranting dan kayu yang mencapai tanah akan
membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah
melalui aktivitas organisme tanah. Dekomposisi merupakan suatu proses yang
terjadi pada setiap bahan organik (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
Tanaman yang
gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah
dengan warna coklat kehitaman yang
menunjukkan tingkat dekomposisinya. Proses dekomposisi secara umum
terjadi pada tiga tahapan. tahap
dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek
hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah
darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri
methanoigenesis tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
Menurut
(Lutfi, 2006) reaksi dekomposisi dapat terjadi akibat panas, cahaya, atau
aliran listrik.
a. Dekomposisi karena panas
(Dekomposisi termal)
Pada dekomposisi termal, senyawa
yang dipanaskan terurai menjadi zat lain. Sebagai
contoh lilin yang menyala akan terurai menjadi karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O).
b. Dekomposisi karena aliran
listrik (elektrolisis)
Aliran
listrik dapat menyebabkan terjadinya peruraian zat, syaratnya zat harus berupa lelehan atau berada dalam
bentuk larutan. Sebagai contoh adalah
peruraian air menjadi gas oksigen dan gas hydrogen.
c. Cahaya dapat menyebabkan suatu
zat terurai sebagai contoh adalah peruraian perak bromide menjadi perak dan bromin.
2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi
Menurut
indriani (2000) faktor-faktor yang
mempengaruhi dekomposisi adalah:
a. Kadar air
Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar
air yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila
lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air dapat diukur dengan
cara yang mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan
bahan yang terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes.
b. Aerasi
Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di
dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat
berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal
seminggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration,
yaitu menghembuskan udara memakai kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong,
yaitu memasukkan udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik
adalah dengan pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi
bahan.
c. Suhu
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 60ยฐ C selama
tiga minggu. Pada suhu tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan
terjadi penurunan C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji
gulma.
Osono dan
takeda (2006) menambahkan bahwa
kecepatan dekomposisi serasah daun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
lain yaitu:
a.
Tipe serasah
Kandungan senyawa yang terkandung di dalam seresah
seperti kandungan lignin, selulosa, dan karbohidratnya. Tipe seresah
mempengaruhi kemampuan suatu mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa
kompleks yang terkandung di dalam seresah, dimana lignin akan lebih susah untuk
didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana adalah senyawa
berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.
b.
Pengaruh pH
Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang
terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas
pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas
enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan
tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan.
c.
Tipe Penggunaan Lahan
Tipe
penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber bahan organik
yang baik bagi lahan tersebut yaitu
ditumbuhi tanaman yang dapat mengalami proses dekomposisi.
d.
Bentuk Lahan
Hal ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan
bahan-bahan organik tersebut yaitu pada
saat pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang pada daerah yang tidak terjal
dimana bahan akan tertampung sedangkan pada daerah yang mempunyai keemiringan
tinggi kemungkinan bahan akan ikut dengan air hujan menuju kebawah.
e.
Adanya Kegiatan Manusia
Adanya kegiatan manusia ini pun akan
sangat berpengaruh pada terjadinya proses dekomposisi, manusia berperan sebagai orgaanisme yang mempercepat proses dekomposisi
yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mempercepat proses dekomposisi.
2.3. Proses Dekomposisi Beserta Manfaat Dekomposisi
Proses
dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau pemecahan
struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger)
terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivora terhadap tumbuhan dan
menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah,
debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan
dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang melakukan penghancuran
secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil proses fragmentasi.
Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati
oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme
enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul
organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang
telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan digunakan oleh
dekomposer (Saunder, 1980 dalam
Sunarto, 2004).
Menurut Subowo G (2010) manfaat dekompisisi yaitu diantaranya :
1.
Meningkatkan kesuburan tanah
2.
Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah
3.
Meningkatkan kapasitas penyerapan
air oleh tanah
4.
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.
Meningkatkan kualitas hasil panen
(rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi
tanaman
7.
Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
8.
Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah
2.4. Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi
Berkurangnya berat
serasah dan pelepasan hara dihitung dengan cara yang yang dilakukan oleh Guo & Sims (2001) dalam Sulistyanto (2005) yaitu:
L (%) = 100 (Wo โ Wt) Wo
|
Dan
|
R (%) = (WoCo โ
WtCt) x 100 WoCo
|
Dimana :
L : hilangnya berat serasah,
Wo : berat serasah
sebelum penelitian dimulai,
Wt : berat kering
serasah yang tertertinggal setelah waktu t time.
R : hara yang
terlepas.
Co : konsentrasi hara
(mg kg-1) pada serasah awal.
Ct : konsentrasi hara
(mg kg-1) pada serasah yang masih tertinggal.
Kebanyakan peneliti
yang melakukan penelitian tentang dekomposisi mengasumsikan bahwa berat serasah
yang hilang terjadi secara eksponensial (Sulistyanto 2005).
Yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Wt = Wo e โk t
|
Dimana :
Wt : berat kering pada waktu t,
Wo : berat kering serasah sebelum penelitian
dimulai;
k : konstanta laju
dekomposisi
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum dekomposisi dilaksanakan pada
hari Rabu, tanggal
11 Oktober 2017 pukul 16.00-18.00
WITA. Praktikum
ini dilaksanakan di Teaching Farm,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi adalah cangkul,
sekop, cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis.
Adapun bahan
yang digunakan pada pelaksanaan adalah 3 jenis daun vegetasi pohon yaitu daun
pisang (Musa paradisiaca), daun bambu(Bambusa sp), daun singkong (Manihot utillisima), polybag ukuran (30 ร 40) cm sebanyak 6
buah, kertas label, plastik gula, dan tanah.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1.
Menyiapkan polybag berisi tanah ยฝ bagian
2.
Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon
yang telah kering dan gugur.
3.
Mencacah dan menimbang, kemudian masukkan kedalam
kantong plastik yang telah dilobangi, masing-masing 2 kantong .
4.
Memperhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut
sebelum dicacah
5.
Masukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan
lalu timbun dengan tanah hingga penuh.
6.
Setelah 1 bulan, mengambil kantong pertama pada setiap
polybag, perhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkang
daam oven kemudian timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7.
Setelah 2 bulan, mengambil kantong kedua pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat
fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnya..
8.
Mengamati komponen yang diamati adalah laju
dekomposisi
BAB
IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil pengamatan dekomposisi diperoleh data sebagi berikut :
Tabel
1.1.
Hasil penimbangan sebelum dan setelah di
oven
JenisDaun
|
Berat Awal (gram)
|
Sebelum di Oven
|
Setelah di Oven
|
Daun pisang basah
|
10
|
10,56 gram
|
2,62 gram
|
Daun pisang kering
|
10
|
24,78 gram
|
12,56 gram
|
Daun bambu basah
|
10
|
9,68 gram
|
4,54 gram
|
Daun bambu kering
|
10
|
13,43 gram
|
8,87 gram
|
Daun singkong basah
|
10
|
6,75 gram
|
3,57 gram
|
Daun singkong kering
|
10
|
8,24 gram
|
4,05 gram
|
Sumber: data primer, 2017
Tabel 1.2. Pengamatan fisik sebelum dekomposisi
Jenis daun
|
Tekstur
|
Warna
|
Aroma
|
Daun pisang basah
|
Halus
|
Hijau tua
|
Tidak ada
|
Daun pisang kering
|
Kasar
|
coklat
|
Tidak ada
|
Daun bambu basah
|
Kasar
|
Hijau tua
|
Tidak ada
|
Daun bambu kering
|
Kasar
|
Coklat muda
|
Tidak ada
|
Daun singkong basah
|
Halus
|
Hijau tua
|
Tidak ada
|
Daun singkong kering
|
Kasar
|
coklat
|
Tidak ada
|
Sumber: data primer, 2017
Tabel 1.3. Pengamatan fisik setelah dekomposisi
Jenis Daun
|
Tekstur
|
Warna
|
Aroma
|
Kelembaban
|
Daun pisang basah
|
Halus lentur
|
Coklat
|
Bau tanah
|
Lembab
|
Daun pisang kering
|
Kasar
|
Coklat tua
|
Bau tanah
|
Agak lembab
|
Daun bambu basah
|
Halus kaku
|
Hijau kehitaman
|
Bau tanah
|
Lembab
|
Daun bambu kering
|
Kasar
|
Coklat tua
|
Bau tanah
|
Agak lembab
|
Daun singkong basah
|
Halus lentur
|
Coklat
|
Bau busuk
|
Sangat lembab
|
Daun singkong kering
|
Halus
|
Coklat tua
|
Bau busuk
|
Lembab
|
Sumber: data primer, 2017
Tabel 1.4. Hasil laju dekomposisi
Jenis Daun
|
Laju Dekomposisi Sebelum di Oven (%)
|
Laju Dekomposisi Setelah di Oven (%)
|
Daun pisang basah
|
35,2 %
|
8,73 %
|
Daun pisang kering
|
82,6 %
|
41,86 %
|
Daun bambu basah
|
32,26 %
|
15, 13 %
|
Daun bambu kering
|
44,76 %
|
29,56 %
|
Daun singkong basah
|
22,5 %
|
11,9 %
|
Daun singkong kering
|
27,46 %
|
13,5 %
|
Sumber: data primer setelah diolah, 2017
4.2. Pembahasan
Pada
percobaan ini, kami mengamati laju dekomposisi yang terjadi pada 3 jenis
vegetasi daun, yang masing-masing diambil sampel daun basah (10 gr) dan sampel
daun kering (10 gr) dan diperoleh hasil bahwa bobot hasil dekomposisi pada setiap vegetasi
berbeda-beda. Pada pengamatan 1 bulan sebelun diovenkan daun pisang kering
memiliki berat yaitu 24,78 gram dan berat setelah di oven yaitu 12,56 gram . Daun pisang basah
sebelum di ovenkan memiliki berat 10,56 gram dan berat setelah di oven yaitu 2,62 gram. Daun bambu kering
sebelum di oven memiliki berat yaitu 13,43 gram dan setelah di oven beratnya yaitu 8,87 gram dan daun bambu
kering sebelum di oven yaitu 13,43 gram dan Daun bambu basah setelah di oven
beratnya 4,54 gram.
Daun singkong kering sebelum di oven
memiliki berat 8,24 gram
dan setelah di oven beratnya yaitu 4,05 gram dan daun singkong basah sebelum di oven
memiliki berat 6,75 gram
dan setelah di oven beratnya yaitu 3,57 gram. Perubahan berat pada tiap jenis
vegetasi tersebut menunjukkan
bahwa dekomposisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan
pernyataan indriani (2000) proses dekomposisi
serasah antara lain dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu; Kadar air, Aerasi, dan Suhu. Selain itu Zamroni (2008) juga mengemukakan bahwa proses
dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika dan
sifat kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat
dekomposisi berlangsung. Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia
seperti kandungan awal (initial content) lignin, selulosa, dan
karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi serasah daun.
Sifat
fisik yang dimiliki ketiga jenis
vegetasi yang dijadikan sampel berbeda-beda mulai dari warna, tekstur dan aroma.
Saat kondisi basah atau masih segar daun tumbuhan memiliki warna hijau meliputi
hijau muda ataupun tua, sebaliknya saat tua dan sudah gugur dari rantingnya,
akan berwarna coklat muda, kuning
kecoklatan ataupun coklat tua. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rock (2013) yang menyatakan bahwa perubahan warna
yang terjadi pada daun disebabkan oleh memudarnya atau memecahnya klorofil dan digantikan oleh pigmen lain sehingga
menyebabkan daun yang semula hijau berubah menjadi kuning ataupun coklat.
Dari
hasil pengamatan proses dekomposisi dengan tiga jumlah vegetasi sampel yang ada, menunjukkan serasah yang masih basah
memiliki laju dekomposisi lebih cepat dibanding dengan serasah dalam keadaan
kering. Laju dekomposisi tertinggi atau cepat terjadi pada vegetasi basah daun jeruk dan laju dekomposisi terendah atau lambat terjadi pada vegetasi kering
daun pisang. Permukaan daun yang
bervariasi juga mempengaruhi laju
dekomposisi. Daun yang permukaannya licin dan
kaku memiliki laju
dekomposisi yang lebih lambat atau rendah disebabkan karena mudah meloloskan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulipriyanto (2009)
yang menyatakan bahwa sampah daun yang memiliki permukaan kaku, licin, dilapisi
lilin dan mudah patah masing-masing memiliki laju dekomposisi yang
berbeda-beda, dikarenakan kemampuannya untuk menahan air atau sangat mudah
untuk meloloskan air.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum
dekomposisi ini, yaitu:
1.
Dari percobaan yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa laju dekomposisi pada setiap vegetasi tumbuhan berbeda-beda.
2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju
dekomposisi faktor yaitu; kadar air, aerasi, suhu, tipe serasah, pengaruh ph, tipe
penggunaan lahan, bentuk lahan, dan adanya kegiatan manusia.
5.2. Saran
Sebelum
praktikum dimulai sebaiknya alat dan bahan yang diperintahkan segera dilengkapi
agar praktikum dapat berjalan secara baik dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Arisandi, P. 2002. Dekomposisi Serasah
Mangrove. Lembaga Kajian Ekologi Dan Konservasi Lahan
Basah-ECOTON
Indriani, Y.H. 2000. Membuat Kompos
Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lutfi, A. 2006. Meningkatkan Kualitas
kompos. PT Agro Media Pustaka, Jakarta.
Osono, T & Takeda, H. 2006. Fungal
Decompocition of Abies Needle and Betula Leaf Litter. Mycologia 98:
172-179.
Rafiuddin, dkk. 2017. Penuntun Praktikum
Dasar-Dasar Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Rock, Janet. 2013. Rahasia
Daun Mengubah Warnanya. National Geographich. United State Of America.
Subowo G. 2010. Strategi
Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan dan Produktivitas Tanah
Melalui Pemberdayaan Sumber Daya Hayati Tanah Vol. 4 No. 1. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sulistyanto. 2005. Laju
Dekomposisi dan Pelepasa Hara dari Serasah pada Sub-tipe Hutan Rawa Gambut di
Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 11(2) : 1-14.
Sunarto. 2004. Peranan
Dekomposisi dalam proses Produksi pada Ekosistem Laut. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Yulipriyanto. 2009. Laju Dekomposisi Pengomposan Sampah Daun dalam Sistem Tertutup. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. 16 Mei 2009. Universitas
Negeri Yogyakarta. Halaman: 62-67.
Zamroni, Y. dan Immy, S. R. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan
Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008,
Halaman: 284-287.
LAMPIRAN
1.
Perhitungan Laju Dekomposisi
ยท
Laju
dekomposisi setelah dioven
1.
Daun Pisang
Basah
LD =
2.
Daun Pisang
Kering
LD =
3.
Daun Bambu
Basah
LD=
4.
Daun Bambu
Kering
LD=
5.
Daun Singkong Basah
LD =
6.
Daun Singkong kering
LD =
|
ยท
Laju
dekomposisi setelah dioven
1.
Daun Pisang
Basah
LD =
2.
Daun Pisang
Kering
LD =
3.
Daun Bambu
Basah
LD=
4.
Daun Bambu
Kering
LD=
5.
Daun Singkong Basah
LD =
6.
Daun Singkong kering
LD =
|
2. Gambar
Gambar 1. Penimbangan daun Gambar 2. pengemasan sampel vegetasi
pohon
Gambar 3. Pengisian
polybag Gambar 4. Penimbunan sampel
Gambar 5.
Pengambilan sampel Gambar
6. Penimbangan hasil dekomposisi
Komentar
Posting Komentar