laporan dekomposisi

Laporan praktikum
Dasar-Dasar Ekologi

DEKOMPOSISI


                                        NAMA           :           RAHMAT SOLEH
                                        NIM                :           G011171066
                                        KELAS           :           DDE A
                                        KELOMPOK :           1
                                        ASISTEN       :           1. SRIBULAN HENDRIK
                                                                            2. ANDRI JASMITRO



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
     Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan yang memiliki peran penting dalam proses dekomposisi seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembapan tempat proses dekomposisi berlangsung (Rafiuddin dkk, 2017).
      Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar nama tanah di sekitar kita diantaranya adalah tanah humus. Kata tanah humus seringkali kita dengar di telinga kita. Humus merupakan tanah yang dikenal sebagai tanah yang paling subur. Tanah humus ini adalah tanah yang dikenal sebagai tanah yang gembur dan paling banyak digunakan dalam bidang pertanian. Tanah humus merupakan tanah yang paling subur untuk tumbuh-tumbuhan karena memiliki komposisi yang mirip dengan pupuk kompos. Hal ini karena tanah humus merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan-pelapukan dedaunan dan juga batang pohon, serta ada percampuran dari kotoran hewan. Humus juga dikenal sebagai sisa- sisa dari tumbuhan dan juga hewan-hewan yang mengalami perombakan oleh organisme yang ada di dalam lapisan tanah yang biasa disebut dekomposisi.
      Proses dekomposisi sangat berperan dalam perngolahan serasah yang dihasilkan di alam. Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya, kematian, serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim.
     Dalam proses alamiahnya, serasah tersebut akan mengalami proses dekomposisi yang pada umumnya terjadi dalam waktu yang cukup lama. Proses dekomposisi dalam keadaan alamiahnya yang berlangsung cukup lama dapat kita percepat melalui beberapa tindakan khusus tanpa merusak ekologi yang ada.
      Berdasarkan uraian diatas maka pengamatan tentang dekomposisi ini dianggap perlu  dan semoga dengan ini bisa memberi pengetahuan yang membawa banyak manfaat bagi kami selaku mahasiswa.
1.2.       Tujuan Dan Kegunaan
      Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon.
      Adapun kegunaan dari percobaan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan tanaman.
                                               



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1              Dekomposisi Secara Umum
     Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya) yang disebut dekomposer/pengurai. Dekomposisi juga dikenal dengan istilah mineralisasi, yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Arisandi, 2002).
      Sampah daun, ranting-ranting dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah. Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat dekomposisinya. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan. tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
      Menurut (Lutfi, 2006) reaksi dekomposisi dapat terjadi akibat panas, cahaya, atau aliran listrik.
a.             Dekomposisi karena panas (Dekomposisi termal)
      Pada dekomposisi termal, senyawa yang dipanaskan terurai menjadi zat lain.          Sebagai contoh lilin yang menyala akan terurai menjadi karbon dioksida           (CO2) dan uap air (H2O).
b.            Dekomposisi karena aliran listrik (elektrolisis)
      Aliran listrik dapat menyebabkan terjadinya peruraian zat, syaratnya zat      harus berupa lelehan atau berada dalam bentuk larutan. Sebagai contoh            adalah peruraian air menjadi gas oksigen dan gas hydrogen.
c.             Cahaya dapat menyebabkan suatu zat terurai sebagai contoh adalah            peruraian perak bromide menjadi perak dan bromin.

2.2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi
            Menurut indriani (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi adalah:
a.       Kadar air
      Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air dapat diukur dengan cara yang mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes. 
b.      Aerasi
      Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal seminggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration, yaitu menghembuskan udara memakai kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan.
c.       Suhu
      Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 60ยฐ C selama tiga minggu. Pada suhu tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan terjadi penurunan C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma.
      Osono dan takeda (2006) menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi serasah daun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lain yaitu:
a.         Tipe serasah         
Kandungan senyawa yang terkandung di dalam seresah seperti kandungan lignin, selulosa, dan karbohidratnya. Tipe seresah mempengaruhi kemampuan suatu mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang terkandung di dalam seresah, dimana lignin akan lebih susah untuk didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana adalah senyawa berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.


b.        Pengaruh pH
Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan.                                 
c.         Tipe Penggunaan Lahan                                                                                      
Tipe penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber bahan organik yang baik bagi lahan tersebut yaitu ditumbuhi tanaman yang  dapat mengalami proses dekomposisi.
d.        Bentuk Lahan
Hal ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan bahan-bahan organik tersebut yaitu pada saat pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang pada daerah yang tidak terjal dimana bahan akan tertampung sedangkan pada daerah yang mempunyai keemiringan tinggi kemungkinan bahan akan ikut dengan air hujan menuju kebawah.
e.          Adanya Kegiatan Manusia
Adanya kegiatan manusia ini pun akan sangat berpengaruh pada terjadinya proses dekomposisi, manusia berperan sebagai orgaanisme yang mempercepat proses dekomposisi yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mempercepat proses dekomposisi.
2.3.      Proses Dekomposisi Beserta Manfaat Dekomposisi
      Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivora terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang melakukan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil proses fragmentasi. Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer (Saunder, 1980 dalam Sunarto, 2004).
      Menurut Subowo G (2010) manfaat dekompisisi yaitu diantaranya :
1.      Meningkatkan kesuburan tanah
2.      Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.      Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.      Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.      Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.      Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.      Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.      Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
2.4.      Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi
            Berkurangnya berat serasah dan pelepasan hara dihitung dengan cara yang yang dilakukan oleh Guo & Sims (2001) dalam Sulistyanto (2005) yaitu:
L (%) = 100 (Wo โ€“ Wt) Wo
Dan
R (%) = (WoCo โ€“ WtCt) x 100 WoCo
Dimana :
L       : hilangnya berat serasah,
Wo    : berat serasah sebelum penelitian dimulai,
Wt       : berat kering serasah yang tertertinggal setelah waktu t time.
R         : hara yang terlepas.
Co       : konsentrasi hara (mg kg-1) pada serasah awal.
Ct        : konsentrasi hara (mg kg-1) pada serasah yang masih tertinggal.
      Kebanyakan peneliti yang melakukan penelitian tentang dekomposisi mengasumsikan bahwa berat serasah yang hilang terjadi secara eksponensial (Sulistyanto 2005). Yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Wt = Wo e โ€“k t
Dimana :
Wt       : berat kering pada waktu t,
Wo      : berat kering serasah sebelum penelitian dimulai;
k          : konstanta laju dekomposisi



BAB III
METODOLOGI
3.1.      Waktu dan Tempat
     Waktu pelaksanaan praktikum dekomposisi dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 11 Oktober 2017 pukul 16.00-18.00 WITA. Praktikum ini dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2.      Alat dan Bahan
     Alat-alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi adalah cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis.
Adapun bahan yang digunakan pada pelaksanaan adalah 3 jenis daun vegetasi pohon yaitu daun pisang (Musa paradisiaca), daun bambu(Bambusa sp), daun singkong (Manihot utillisima), polybag ukuran (30 ร— 40) cm sebanyak 6 buah, kertas label, plastik gula, dan tanah.
3.3       Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1.        Menyiapkan polybag berisi tanah ยฝ bagian
2.        Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3.        Mencacah dan menimbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik yang telah dilobangi, masing-masing 2 kantong .
4.        Memperhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah
5.        Masukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah hingga penuh.
6.        Setelah 1 bulan, mengambil kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkang daam oven kemudian timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7.        Setelah 2 bulan, mengambil kantong kedua  pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnya..
8.        Mengamati komponen yang diamati adalah laju dekomposisi



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.       Hasil
   Hasil pengamatan dekomposisi diperoleh data  sebagi berikut :
Tabel 1.1. Hasil penimbangan sebelum dan setelah di oven
JenisDaun
Berat Awal (gram)
Sebelum di Oven
Setelah di Oven
Daun pisang basah
10
10,56 gram
2,62 gram
Daun pisang kering
10
24,78 gram
12,56 gram
Daun bambu basah
10
9,68 gram
4,54 gram
Daun bambu kering
10
13,43 gram
8,87 gram
Daun singkong basah
10
6,75 gram
3,57 gram
Daun singkong kering
10
8,24 gram
4,05 gram
Sumber: data primer, 2017
Tabel 1.2. Pengamatan fisik sebelum dekomposisi
Jenis daun
Tekstur
Warna
Aroma
Daun pisang basah
Halus
Hijau tua
Tidak ada
Daun pisang kering
Kasar
coklat
Tidak ada
Daun bambu basah
Kasar
Hijau tua
Tidak ada
Daun bambu kering
Kasar
Coklat muda
Tidak ada
Daun singkong basah
Halus
Hijau tua
Tidak ada
Daun singkong kering
Kasar
coklat
Tidak ada
Sumber: data primer, 2017


Tabel 1.3. Pengamatan fisik setelah dekomposisi
Jenis Daun
Tekstur
Warna
Aroma
Kelembaban
Daun pisang basah
Halus lentur
Coklat
Bau tanah
Lembab
Daun pisang kering
Kasar
Coklat tua
Bau tanah
Agak lembab
Daun bambu basah
Halus kaku
Hijau kehitaman
Bau tanah
Lembab
Daun bambu kering
Kasar
Coklat tua
Bau tanah
Agak lembab
Daun singkong basah
Halus lentur
Coklat
Bau busuk
Sangat lembab
Daun singkong kering
Halus
Coklat tua
Bau busuk
Lembab
Sumber: data primer, 2017
Tabel 1.4. Hasil laju dekomposisi
Jenis Daun
Laju Dekomposisi Sebelum di Oven (%)
Laju Dekomposisi Setelah di Oven (%)
Daun pisang basah
35,2 %
8,73 %
Daun pisang kering
82,6 %
41,86 %
Daun bambu basah
32,26 %
15, 13 %
Daun bambu kering
44,76 %
29,56 %
Daun singkong basah
22,5 %
11,9 %
Daun singkong kering
27,46 %
13,5 %
Sumber: data primer setelah diolah, 2017
4.2.      Pembahasan
            Pada percobaan ini, kami mengamati laju dekomposisi yang terjadi pada 3 jenis vegetasi daun, yang masing-masing diambil sampel daun basah (10 gr) dan sampel daun kering (10 gr) dan diperoleh hasil bahwa bobot hasil dekomposisi pada setiap vegetasi berbeda-beda. Pada pengamatan 1 bulan sebelun diovenkan daun pisang kering memiliki berat yaitu 24,78 gram dan berat setelah di oven yaitu 12,56 gram . Daun pisang basah sebelum di ovenkan memiliki berat 10,56 gram dan berat setelah di oven yaitu 2,62 gram. Daun bambu kering sebelum di oven memiliki berat yaitu 13,43 gram dan setelah di oven beratnya yaitu 8,87 gram dan daun bambu kering sebelum di oven yaitu 13,43 gram dan Daun bambu basah setelah di oven beratnya 4,54 gram. Daun  singkong kering sebelum di oven memiliki berat 8,24 gram dan setelah di oven beratnya yaitu 4,05 gram dan daun singkong basah sebelum di oven memiliki berat 6,75 gram dan setelah di oven beratnya yaitu 3,57 gram. Perubahan berat pada tiap jenis vegetasi tersebut menunjukkan bahwa dekomposisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan pernyataan indriani (2000) proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; Kadar air, Aerasi, dan Suhu. Selain itu Zamroni (2008) juga mengemukakan bahwa proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika dan sifat kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal (initial content) lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi serasah daun.
            Sifat fisik yang dimiliki ketiga jenis vegetasi yang dijadikan sampel berbeda-beda mulai dari warna, tekstur dan aroma. Saat kondisi basah atau masih segar daun tumbuhan memiliki warna hijau meliputi hijau muda ataupun tua, sebaliknya saat tua dan sudah gugur dari rantingnya, akan berwarna coklat muda, kuning kecoklatan ataupun coklat tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Rock (2013) yang menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada daun disebabkan oleh memudarnya atau memecahnya klorofil dan digantikan oleh pigmen lain sehingga menyebabkan daun yang semula hijau berubah menjadi kuning ataupun coklat.
            Dari hasil pengamatan proses dekomposisi dengan tiga jumlah vegetasi sampel yang ada, menunjukkan serasah yang masih basah memiliki laju dekomposisi lebih cepat dibanding dengan serasah dalam keadaan kering. Laju dekomposisi tertinggi atau cepat terjadi pada vegetasi basah daun jeruk dan laju dekomposisi terendah atau lambat terjadi pada vegetasi kering daun pisang. Permukaan daun yang bervariasi juga mempengaruhi laju dekomposisi. Daun yang permukaannya licin dan kaku memiliki laju dekomposisi yang lebih lambat atau rendah disebabkan karena mudah meloloskan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulipriyanto (2009) yang menyatakan bahwa sampah daun yang memiliki permukaan kaku, licin, dilapisi lilin dan mudah patah masing-masing memiliki laju dekomposisi yang berbeda-beda, dikarenakan kemampuannya untuk menahan air atau sangat mudah untuk meloloskan air.
BAB V
PENUTUP
5.1.       Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum dekomposisi ini, yaitu:
1.      Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa laju dekomposisi pada setiap vegetasi tumbuhan berbeda-beda.
2.    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi faktor yaitu; kadar air, aerasi, suhu, tipe serasah, pengaruh ph, tipe penggunaan lahan, bentuk lahan, dan adanya kegiatan manusia.
5.2.       Saran
            Sebelum praktikum dimulai sebaiknya alat dan bahan yang diperintahkan segera dilengkapi agar praktikum dapat berjalan secara baik dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, P. 2002. Dekomposisi Serasah Mangrove. Lembaga Kajian Ekologi Dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON
Indriani, Y.H. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lutfi, A. 2006. Meningkatkan Kualitas kompos. PT Agro Media Pustaka, Jakarta.
Osono, T & Takeda, H. 2006. Fungal Decompocition of Abies Needle and Betula Leaf Litter. Mycologia 98: 172-179.
Rafiuddin, dkk. 2017. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Rock, Janet. 2013. Rahasia Daun Mengubah Warnanya. National Geographich. United State Of America.
Subowo G. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan dan Produktivitas Tanah Melalui Pemberdayaan Sumber Daya Hayati Tanah Vol. 4 No. 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sulistyanto. 2005. Laju Dekomposisi dan Pelepasa Hara dari Serasah pada Sub-tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 11(2) : 1-14.
Sunarto. 2004. Peranan Dekomposisi dalam proses Produksi pada Ekosistem Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yulipriyanto. 2009. Laju Dekomposisi Pengomposan Sampah Daun  dalam Sistem Tertutup. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. 16 Mei 2009. Universitas Negeri Yogyakarta. Halaman: 62-67.
Zamroni, Y. dan Immy, S. R. 2008.  Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008, Halaman: 284-287.




LAMPIRAN
1.             Perhitungan Laju Dekomposisi
ยท      Laju dekomposisi setelah dioven
1.      Daun Pisang Basah
LD =  x 100% = 35,2 %
2.      Daun Pisang Kering
LD =  x 100% = 82,6 %
3.      Daun Bambu Basah
LD=  x 100%= 32,26 %
4.      Daun Bambu Kering
LD=  x 100% = 44,76 %
5.       Daun Singkong Basah
LD =  x 100% = 22,5 %
6.      Daun Singkong kering
LD =  x 100% = 27,46 %
ยท      Laju dekomposisi setelah dioven
1.      Daun Pisang Basah
LD =  x 100% = 8,73 %
2.      Daun Pisang Kering
LD =  x 100% = 41,86 %
3.      Daun Bambu Basah
LD=  x 100%= 15,13 %
4.      Daun Bambu Kering
LD=  x 100% = 29,56 %
5.       Daun Singkong Basah
LD =  x 100% = 11,9 %
6.      Daun Singkong kering
LD =  x 100% = 13,5 %





2.         Gambar
                                   
Gambar 1.       Penimbangan daun                             Gambar 2. pengemasan sampel vegetasi pohon                                                        
                 
Gambar 3. Pengisian polybag                                    Gambar 4. Penimbunan sampel                 
                 
Gambar 5. Pengambilan sampel                                Gambar 6. Penimbangan hasil                                                                                               dekomposisi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan suksesi

laporan pola penyebaran populasi