laporan faktor pembatas

Laporan praktikum
Dasar-Dasar Ekologi

FAKTOR PEMBATAS

                                        NAMA           :           RAHMAT SOLEH
                                        NIM                :           G011171066
                                        KELAS           :           DDE A
                                        KELOMPOK :           A-1
                                        ASISTEN       :           1. SRIBULAN HENDRIK
                                                                            2. ANDRI JASMITRO


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu. Lingkungan organisme tersebut merupakan suatu kompleks dan variasi faktor yang beraksi berjalan secara simultan, selama perjalanan hidup organisme itu. Ada kalanya tidak sama sekali, hal ini tidak saja bergantung pada besaran intensitas faktor itu dan faktor-faktor lainnya dari lingkungan, tetapi juga kondisi organisme itu, baik tumbuhan maupun hewan. Faktor-faktor tersebut dinamakan faktor pembatas dengan mengetahui faktor pembatas (limiting factor) suatu organisme dalam suatu ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi dimana organisme tidak dapat bertahan hidup.
Umumnya suatu organisme yang mempunyai kemampuan untuk melewati atau melampaui faktor pembatasnya, maka ia memiliki toleransi yang besar dan kisaran geografi penyebaran yang luas. Sebaliknya, jika organisme tersebut tidak mampu melewatinya, maka ia memiliki toleransi yang sempit dan memiliki kisaran geografi penyebaran yang sempit juga.
Hubungan antara organisme dan lingkungan sangat rumit, namun demikian tidak semua faktor sama pentingnya pada setiap situasi untuk organisme. Setiap kondisi yang mendekati atau melebihi batas-batas toleransinya dinyatakan sebagai kondisi yang membatasi atau dikenal dengan Faktor Pembatas. Adapun beberapa faktor pembatas yang umumnya penting bagi tanaman, seperti air dan cahaya.
Air merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai pelarut, pengangkut dan menjaga tekanan sel tumbuhan. Sedangkan cahaya mempengaruhi tumbuhan karena merupakan sumber energi utama dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat bagi tanaman.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam kesempatan kali ini kami melakukan pengamatan tentang Faktor Pembatas untuk mengetahui dampak dari faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman, faktor-faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman, faktor pembatas cahaya dan air. Dengan demikian, dapat ditelusuri dan memantau adanya faktor pembatas yang terjadi secara langsung.
1.2.            Tujuan dan Kegunaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui aspek faktor pembatas cahaya dan air sebagai komponen utama lingkungan tanaman dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pada tahap awal.
Adapun kegunaan percobaan ini yaitu diharapkan agar mahasiswa dapat memberikan pengetahuan tentang batas-batas toleransi tanaman terhadap cahaya dan air, dimana cahaya dan air mempengaruhi pertumbuhan tanaman.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Deskripsi Tanaman
            Menurut suroso (2015) tanaman kangkung darat dapat diklasifikasikan yaitu sebagai berikut :
Kingdom                     : Plantea ( tumbuhan )
Subkingdom    : Tracheobionta ( berpembuluh )
Superdivisio    : Spermatophyta ( menghasilkan biji )
Divisio             : Magnoliophyta ( berbunga )
Kelas               : Magnoliapsida ( berkeping dua / dikotil )
Sub kelas                     : Asteridae
Ordo                            : Solanales
Familia                        : Convolvulaceae ( suku kankung – kangkungan )
Genus              : Ipomea
Spesies                        : Ipomea reptans Poir
            Kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) adalah tanaman semusim atau tahunan yang merupakan sayuran daun yang penting di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Sayuran kangkung mudah dibudidayakan, berumur pendek dan harganya pun relatif murah. Karena itu, kangkung merupakan sumber gizi yang baik bagi masyarakat secara umum. Konsumsi kangkung mulai digemari oleh masyarakat terbukti dengan sadarnya masyarakat peduli dengan gizi yang terkandung disayuran kangkung. Kandungan gizi pada kangkung cukup tinggi terutama kandungan vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium, potasium, serta kandungan  fosfor di dalam kangkung (Sofiari, 2009 dalam Suroso, 2015).
            Di Indonesia dikenal dua tipe kangkung yaitu kangkung darat dan kangkung air. Kangkung tergolong sayuran yang sangat populer, karena banyak peminatnya. Kangkung disebut juga Swamp cabbage, Water convovulus, Water spinach, berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, China Selatan Australia dan bagian negara Afrika (Suroso, 2015).
            Kangkung terdapat di seluruh kepulauan Indonesia dan dikenal kultivar-kultivar lokal yang memiliki kualitas yang tinggi, antara lain daunnya berwarna hijau muda cerah dan menarik. Daun lebar (kangkung air) atau sempit (kangkung darat) dan berbatang renyah. Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan menjalar (Djuariah, 1997 dalam Suroso, 2015 ).
            Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk terompet dan daun mahkota bunga kangkung  berwarna putih atau berwarna merah lembayung (Maria, 2009 dalam Suroso, 2015).
2.2.      Faktor Pembatas Pertumbuhan Secara Umum
Suatu organisme mempunyai toleransi yang besar terhadap suatu faktor yang konstan, maka faktor itu tidak merupakan pembatas. Sebaliknya bila mempunyai toleransi tertentu terhadap suatu faktor yang bervariasi dalam lingkungan, dapat menjadi faktor pembatas (Rohmani,  2013).
Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa cahaya, suhu, zat makanan dan unsur-unsur utama meyebabkan hilangnya vegetasi pada ketinggian tertentu di pegunungan atau hilangnya beberapa tumbuhan dalam wilayah yang dinaungi. Jadi penyebaran tumbuhan ditentukan oleh cahaya, suhu dan unsur hara yang tidak memadai. Pernyataan ini dikenal sebagai Hukum Minimum Liebig (Rohmani, 2013).
Kegagalan suatu organisme dalam mempertahankan hidupnya dapat ditentukan oleh kekurangan atau kelebihan (kuantitatif dan kualitatif) beberapa faktor yang mendekati batas toleransinya.Bukan hanya dalam jumlah sedikit atau rendah yang bersifat membatasi tetapi juga dalam jumlah yang berlebihan atau tinggi. Kisaran minimum merupakan batas toleransi digambarkan sebagai Hukum Toleransi Shelford. Dengan mengetahui eutropikasi. Pencegahan eutropikasi dapat dengan mengurangi kandungan bahan organik dan unsur hara di perairan sehingga pertumbuhan organisme seperti phytoplankton dan makrophyta terhambat. kisaran toleransi suatu organisme dapat diketahui keberadaan dan penyebaran (distribusi) organisme tersebut (Rohmani,  2013).
Dengan menggabungkan konsep hukum minimum Liebig dan konsep toleransi,Shelford maka dapat dipahami konsep faktor pembatas (limiting factor). Faktor pembatas (limiting factor) dapat diartikan sebagai keadaan yang mendekati atau melampaui ambang batas toleransi suatu kondisi. Faktor pembatas suatu organisme mencakup kisaran minimum atau maksimum dari faktor-faktor abiotik suatu ekosistem. Misal : Suhu, cahaya, pH yang terlalu rendah (minimum) atau terlalu tinggi (maksimum). Bagi organisme dengan kisaran toleransi yang lebar (eury) terhadap faktor abiotik yang relatif konstant bukan merupakan faktor pembatas, sehingga organisme tersebut dapat hadir dalam jumlah banyak. Sebaliknya, bagi organisme dengan toleransi yang sempit (steno) terhadap faktor abiotik yang selalu berubah akan menjadi faktor pembatas sehingga akan hadir dalam jumlah sedikit (Rohmani,  2013).
2.3.      Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Tanaman
     Menurut Hutagalung (2010) faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu:
1.    Tempratur/suhu
Beberapa organisme dapat hidup pada temperatur yang rendah sekali. Sedangkan beberapa microorganisme, terutama bakteri dan algae dapat hidup dan berkembang pada musim-musim semi yang panas kira-kira 88C Organisme yang hidup di air  umumnya mempunyai batas toleransi lebih sempit terhadap suhu daripada hewan yang hidup di darat, sehingga temperatur penting dan sering kali merupakan faktor pembatas. Semua proses-proses kimia dalam metabolisme seperti difusi,pembentukan dinding sel tergantung pada suhu. Kalau temperatur melampaui minimum, pernafasan dapat berhenti dan menyebabkan kematian. Pengaruh temperatur di dalam metabolisme, tidak hanya tentang lajunya tetapi juga mengenai produk yang dihasilkannya. Pengaruh temperatur tampak juga pada perkecambahan dan susunan jenis vegetasi.
2. Cahaya
            Cahaya adalah sumber energi, tetapi juga suatu pembatas pada kedua tingkat maksimum dan minimum. Oleh karena itu cahaya sebagai faktor pembatas dan pengontrol. Intensitas cahaya mengontrol seluruh ekosistem melalui pengaruhnya pada produksi primer. Berdasarkan kebutuhan cahaya dikenal:
a. tumbuhan perlu cahaya penuh (light demanding)
b. tumbuhan yang toleran dan setengah toleran
3. Air
Air untuk fungsi fisiologis perlu bagi semua protoplasma.  Dari sudut ekologis terutama sebagai faktor pembatas curah hujan sebagian besar ditentukan oleh geografi dan pola gerakan udara yang besar atau sistem iklim. Penyebaran curah hujan sepanjang tahun merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk kehidupan suatu organisme.
2.4         Faktor Pembatas Cahaya dan Air
2.4.1 Faktor Pembatas Cahaya      
            Cahaya yang redup akan mengakibatkan lambatnya laju fotosintesis, sehingga dapat menghambat proses pertumbuhan salah satunya adalah penambahan luas daun. Cahaya atau radiasi matahari pada lahan penelitian rata-rata adalah 39,28 gramkal/hari. Luas daun berpengaruh terhadap kapasitas penangkapan cahaya. Cahaya dibawah optimum akan menyebabkan jumlah cabang menurun dan berakibat pada karakteristik daun salah satunya adalah luas daun. Unsur radiasi matahari yang penting salah satunya adalah intensitas cahaya. Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas cahaya rendah. Cahaya berperan penting dalam pembentukan klorofil, sehingga menjadi salah satu faktor pembatas pembentukan klorofil. Apabila lingkungan subur, air tersedia dan suhu sesuai maka cahaya matahari yang merupakan faktor pembatas pertumbuhan, karena terdapat hubungan antara radiasi dan hasil fotosintesis (Setyanti dkk, 2013).     
2.4.1    Faktor Pembatas Air
                Setiap tanaman memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tanaman berada selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja masih berada dalam batas toleransi tanaman tersebut, tetapi seringkali tanaman mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan menurunnya produktivitas dan bahkan kematian tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tanaman memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan (Purwadi, 2011 dalam Nio Song Dan Banyo, 2011).
            Ketersediaan air merupakan salah satu cekaman abiotik yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Tanaman tidak akan hidup tanpa air, karena air merupakan faktor utama yang berperan dalam proses fisiologi tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma dan menyusun 85-90% dari berat keseluruhan jaringan tanaman. Air juga merupakan reagen yang penting dalam fotosintesis dan dalam reaksi-reaksi hidrolisis. Di samping itu air juga merupakan pelarut garam-garam, gas-gas dan zat-zat lain yang diangkut antar sel dalam jaringan untuk memelihara pertumbuhan sel dan mempertahankan stabilitas bentuk daun. Air juga berperan dalam proses membuka dan menutupnya stomata pada daun (Cheeta, 2011 dalam Nio Song Dan Banyo, 2011).
            Menurut Hendriyani dan Setiari, 2009 dalam Nio Song Dan Banyo(2011), jumlah air yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman bervariasi, tergantung pada jenis tanaman. Adapun peran air dalam kehidupan tanaman yaitu:
1)         sebagai pelarut unsur-unsur hara yang terkandung dalam tanah, sehingga    dapat diambil oleh tanaman dengan mudah melalui akar dan diangkut ke             bagian tanaman yang membutuhkan (termasuk daun yang berfotosintesis)            melalui pembuluh xilem.
2)         sebagai pelarut hasil fotosintesis untuk didistribusikan keseluruh bagian      tanaman melalui floem dan fotosintat tersebut akan digunakan oleh tanaman      untuk proses pertumbuhan.
Menurut Cheeta, 2011 dalam Nio Song Dan Banyo (2011), kekurangan air atau kekeringan pada tanaman dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a)         Cekaman ringan: jika potensial air daun menurun 0,1 MPa atau kandungan             air nisbi menurun 8 – 10 % .
b)         Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1,2 s/d 1,5 MPa atau       kandungan air nisbi menurun 10 – 20 % .
c)         Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1,5 MPa atau kandungan             air nisbi menurun > 20% .
            Tanaman dikatakan mengalami kekeringan jika tanaman tersebut kehilangan lebih dari 50% air dari jaringannya. Kekurangan air mengakibatkan perubahan di tingkat molekuler, seluler, fisiologi dan morfologi. Perubahan yang terjadi dapat berupa pengurangan volume sel, penurunan luas daun, penebalan daun, adanya rambut pada daun, perubahan ekspresi gen, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi dan aktivitas enzim dan hormon, peningkatan sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis. Kekurangan air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan tidak dapat balik dan pada akhirnya tanaman akan mati (Winarno, 1991 dalam Nio Song Dan Banyo, 2011).
            Menurut Nio Song Dan Banyo (2011), ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh tanaman untuk merespons kekurangan air, antara lain:
1.         menutup stomata dan memperlambat perluasan permukaan daun untuk       mengurangi laju transpirasi.
2.         menurunkan pemanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar bagi           tanaman yang tidak toleran terhadap kekurangan air, sedangkan yang      toleran mempunyai perakaran yang lebih banyak, volume akar yang lebih        besar, dan rasio akar dan tajuk yang besar.
3.         akumulasi senyawa biokimia yang berperan dalam penyesuaian osmotik      seperti prolin, asam absisat, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol,      vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida             dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel             tanpa membatasi fungsi enzim







BAB III
METODOLOGI
3.1.      Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di kebun percobaan (Teaching ExFarm) Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari Rabu, 25 Oktober 2017 pukul 16.00-selesai.
3.2.      Alat dan Bahan
            Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu meteran, cangkul, sekop, sekop, ember, parang, oven, timbangan, dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pupuk kandang, label, polybag (30x40) cm, benih, dan tanah.
3.3.      Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
3.3.1    Persiapan Praktikum
            Adapun persiapan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Membersihkan lahan yang akan digunakan.
3.      Mengisi polybag dengan media tanam berupa tanah dan pupuk kandang (2:1) kemudian jenuhkan dengan air.
4.      Merendam benih yang akan digunakan dalam air.
3.3.2    Teknik Pelaksanaan
            Adapun teknik pelaksanaan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.        Melakukan penanaman sesuai perlakuan dan tempatkan secara acak pada polybag.
2.        Melakukan penyulaman jika ada tanaman yang mati.
3.        Melakukan penyiangan jika ada gulma.
4.        Melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari.
5.        Melakukan pengamatan mulai umur 7 HST hingga akhir praktikum dengan selang 2 minggu sekali.
6.        Komponen yang diamati adalah:
a)      tinggi tanaman (cm)
b)      jumlah daun (helai)
c)      berat kering (kg)
BAB IV
HASIL DAN PEMAHASAN
4.1       Hasil
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman

Faktor Pembatas
Pengamatan 1
Pengamatan 2
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman
A1
(0% cahaya)

3,8 cm

23 cm
A2
(100% cahaya)

3 cm

25 cm
B1
(penyiraman setiap hari)

4 cm

12,5 cm
B2
(penyiraman
3 hari sekali)

5,5

33 cm
B3
(penyiraman
5 hari sekali)

5

37 cm
B4
(penyiraman
7 hari sekali)
8,5

23 cm
Sumber : Data primer 2017
Tabel 5.2. Data pengamatan jumlah helai daun tanaman

Faktor Pembatas
Pengamatan 1
Pengamatan 2
Jumlah helai daun
Jumlah helai daun
A1
(0% cahaya)

4 helai

7 helai
A2
(100% cahaya)

2 helai

10 helai
B1
(penyiraman Setiap hari)

4 helai
5  helai
B2
(penyiraman 3 hari sekali)

2 helai
7 helai
B3
(penyiraman 5 hari sekali)

4 helai
8 helai
B4
(penyiraman 7 hari sekali)
4 helai
5 helai
Sumber :  Data primer 2017
Tabel 5.3. Data pengamatan berat sebelum dan setelah dioven
FaktorPembatas
Berat kering
Sebelum oven
Setelah oven
A1
(0% cahaya)
9,40 gram
5,40  gram
A2
(100% cahaya)
17,27 gram
12,68 gram
B1
(penyiraman setia phari)
8,16 gram
5, 6 gram
B2
(penyiraman 3 hari sekali)
28,12 gram
9,27  gram
B3
(penyiraman 5 hari sekali)
29,84 gram
24,67 gram
B4
(penyiraman 7 hari sekali)
18,68 gram
9,32  gram
Sumber : Data primer setelah diolah 2017
4.2       Pembahasan
Berdasarkan pengamatan tersebut diperoleh hasil bahwa untuk faktor pembatas cahaya pada minggu pertama dengan perlakuan 0 % cahaya, tinggi tanaman 3,8 cm, dan kemudian minggu berikutnya lebih tinggi lagi yaitu 23 cm, akan tetapi sangat berbeda dengan tinggi tanaman yang perlakuannya 100 % cahaya dimana tinggi tanaman pada minggu pertama 3 cm, kemudian minggu berikutnya 25 cm, jadi dapat dibandingkan bahwa tinggi tanaman dengan perlakuan 0% cahaya mengalami pertumbuhan yang cepat pada minggu pertama jika dibandingkan dengan perlakuan 100% cahaya, namun pada minggu selanjutnya tanaman dengan perlakuan 0% mengalami perlambatan pertumbuhan dan menujukkan tanda-tanda akan megalami kematian.  Hal ini sesuai oleh pendapat Puspitasari, (2012) yang menyatakan bahwa  tanaman yang ditanam di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat/tinggi daripada yang ditempat terang. Hal ini disebabkan karena pengaruh auksin (hormon tumbuhan yang mengatur pertumbuhan sel di meristem ujung ) yang terdapat pada pucuk akan terurai jika terkena cahaya matahari. Namun, tumbuhan di tempat gelap akan tampak kuning, pucat, kurus, daunnya tidak berkembang, dan lama-lama akan mati setelah cadangan makanannya habis. Ini karena cahaya juga merangsang pembentukkan klorofil, tumbuhan di tempat gelap tidak dapat membuat klorofil dan akhirnya tidak dapat membuat makanannya sendiri( fotosintesis ).
Kemudian untuk jumlah helai, dimana pada perlakuan 0 % cahaya pada minggu pertama ada 4 helai, kemudian minggu berikutnya bertambah menjadi 7 helai, hal ini sangat berbeda dengan jumlah helai yang perlakuannya 100 % cahaya dimana jumlah helai pada minggu pertama 2 helai kemudian minggu berikutnya bertambah menjadi 10 helai , jadi dapat dibandingkan bahwa jumlah helai tanaman yang diberi intensitas cahaya 0 % lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberi intensitas cahaya 100 %. Hal ini sesuai dengan pendapat  Lukitasari (2010) dalam Puspitasari, (2012) menyatakan bahwa setiap tumbuhan mempunyai kebutuhan intensitas radiasi matahari yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi di lapang selain faktor genetiknya. Kondisi tersebut secara bersamaan akan mempengaruhi sifat-sifat morfologi dan fisiologi tanaman bersangkutan. Lebih jauh dijelaskan bahwa  jumlah daun merupakan cerminan potensi tanaman dalam menyediakan tempat  berlangsungnya proses fotosintesis. Tanaman yang tumbuh dengan naungan akan memiliki kompensasi hasil asimilasi yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang tumbuh di tempat dengan cahaya matahari yang optimal.
Kemudian untuk faktor pembatas air pada minggu pertama dengan perlakuan penyiraman setiap hari sudah tumbuh dengan tinggi 4 cm, minggu berikutnya tingginya 12,5 cm, akan tetapi sangat berbeda dengan tinggi tanaman dengan perlakuan penyiraman hanya 3 hari sekali dan setiap 5 hari sekali, dimana tinggi tanaman yang penyiramannya 3 hari sekaliyaitu 5,5  cm kemudian minggu berikutnya 33 cm dan untuk penyiraman 5 hari sekali 5 cm kemudian pada minggu berikutnya 37 cm dan penyiraman 7 hari sekali  8,5 cm, kemudian pada minggu berikutnya 23 cm, jadi dapat dibandingkan bahwa untuk tanaman yang penyiramannya setiap hari itu lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman yang hanya disiram setiap 3 hari sekali ataupun 5 hari sekali dan 7 hari sekali saja. Kemudian untuk jumlah helai, dimana pada minggu pertama dengan perlakuan penyiraman setiap hari itu tumbuh sebanyak 4 helai, kemudian minggu selanjutnya sebanyak 5 helai, hal ini tentu berbeda dengan jumlah helai pada tanaman yang penyiramannya hanya 3 hari sekali ataupun 5 hari sekali bahkan 7 hari sekalipun, dimana jumlah helai tanaman pada penyiraman 3 hari sekali hanya 2 helai dan selanjutnya 7 helai, begitupun dengan tanaman yang disiram 5 hari sekali yaitu 4 helai dan minggu selanjutnya hanya 8 helai sama juga dengan penyiraman 7 hari sekali dimana hanya tumbuh 4 helai dan 5 helai saja, jadi dapat juga dibandingkan bahwa tanaman yang selalu disiram itu lebih cepat tumbuh daunnya dan lebih cepat pula bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang hanya disiram setiap 3 hari sekali ataupun 7 hari sekali, Hal ini sesuai dengan pendapat Rohmani (2013), yang menyatakan bahwa air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.
 Hasil yang diperoleh dari penimbangan tersebut sebelum dioven adalah untuk A1 dengan perlakuan 0% cahaya 9,40 gram, untuk A2 dengan perlakuan 100% cahaya 17,27 gram, untuk B1 dengan perlakuan penyiraman setiap hari 8,16 gram, untuk B2 dengan perlakuan penyiraman setiap 3 hari sekali 28,12 gram, untuk B3 dengan perlakuan penyiraman setiap 5 hari sekali 29,84 gram, dan untuk B4 dengan perlakuan penyiraman setiap 7 hari sekali 18,68 gram. Setelah ditimbang, tanaman tersebut dikeringkan pada oven selama 1 hari pada suhu 105oC agar berat komponen yang lain seperti air dan tanah sudah tidak mempengaruhi lagi berat tanaman tersebut sehingga bisa didapatkan berat keringnya. Setelah dioven maka diperoleh hasil  untuk A1 adalah 5,40 gram, untuk A2  adalah 12,68 gram, untuk B1 adalah 5,6 gram, untuk B2 adalah 9,27 gram, untuk B3 adalah 24,67 gram, dan untuk B4 adalah 9,32 gram. Setelah dioven beratnya menjadi ringan atau kurang daripada sebelumnya, hal itu dikarenakan kadar air yang dimiliki oleh tanaman tersebut sudah hilang atau yang hanya tertinggal adalah berat kering.





BAB V
PENUTUP
5.1         Kesimpulan
     Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.             Cahaya matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.
2.             Air juga merupakan faktor pembatas yang sama pentingnya dengan cahaya matahari. Karena semua organisme memerlukan air untuk pertumbuhannya.
3.             Kondisi dilapangan juga juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan cahaya matahari dan air. Lokasi mempunyai andil dalam menentukan banyaknya air untuk penyiraman. Tanaman yang diletakkan di bawah naungan dengan yang langsung di bawah sinar matahari akan mempunyai perbedaan kebutuhan air. Umumnya tanaman yang berada di daerah naungan membutuhkan jumlah air yang relatif lebih sedikit dari pada tanaman yang terkena sinar matahari langsung.
5.2         Saran
     Praktikan hendaknya memahami praktikum yang akan dilaksanakan. Praktikan juga harus lebih cermat dan teliti dalam melakukan pengukuran tanaman agar di dapatkan hasil yang diharapkan.



DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung. Ekologi Dasar. Erlangga: Jakarta, 2010.
Irma, Wirdati. 2016. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Morfologi  Daun Bayam (Amaranthus Tricolor L.) Dalam Skala Laboratorium : Jurnal Ipteks Terapan Vol 9. No2 P(179-184). Universitas Muhammadiyah. Riau.
Nio Song Ai Dan Yunia Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan Air Pada Tanaman: Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2. Universitas Samratulangi. Manado.
Puspitasari, Ervin dkk.  2012. Program Kreatifitas Mahasiswa: Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine Max) Bidang Kegiatan Pkm Artikel Ilmiah (Pkm-Ai). Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan PGRI. Madiun .
Rohmani,  Yudi Miftahul. 2013.  Jurnal Faktor Pembatas: Vol. 1, No. 1, P: 1-6.
Setyanti, Y.H.S dkk. 2013. Karakteristik Fotosintetik Dan Serapan Fosfor Hijauan Alfalfa (Medicago Sativa) Pada Tinggi Pemotongan Dan Pemupukan Nitrogen Yang Berbeda: Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1. p 86 – 96. Universitas Diponegoro. Semarang.
Soeraatmadja. 2001. Ilmu Lingkungan. ITB; Bandung.
Suroso, Bejo Dan Novi Eko Rivo Antoni. 2015.  Respon Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat(Ipomoea Reptans Poir) Terhadap Pupuk Bioboost Dan Pupuk Za. Universitas Muhammadiyah. Jember.






LAMPIRAN
1.             Gambar
Description: F:\ekologi\ekologi gua\lampiran biomassa\1511798638601.jpg               Description: F:\ekologi\ekologi gua\lampiran biomassa\1511798624329.jpg
Gambar 1. Pembuatan media tanam.                             Gambar 2. Penanaman benih.

Description: F:\ekologi\ekologi gua\lampiran biomassa\IMG_20171122_160446.jpg               Description: F:\ekologi\ekologi gua\lampiran biomassa\1511799056521.jpg
Gambar 3. Pemanenan sampel tanaman.     Gambar 4. Pengovenan sampel                                                                                                                        tanaman.

Description: F:\ekologi\ekologi gua\lampiran biomassa\IMG_20171127_173008.jpg
Gambar 5. Penimbangan hasil sampel setelah pengovenan.
2.         Buku atau Jurnal
 
Setyanti, Y.H.S dkk. 2013. Karakteristik Fotosintetik Dan Serapan Fosfor Hijauan Alfalfa (Medicago Sativa) Pada Tinggi Pemotongan Dan Pemupukan Nitrogen Yang Berbeda: Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1. p 86 – 96. Universitas Diponegoro. Semarang
 
Rohmani,  Yudi Miftahul. 2013.  Jurnal Faktor Pembatas: Vol. 1, No. 1, P: 1-6.







Hutagalung. Ekologi Dasar. Erlangga: Jakarta, 2010.
 
Suroso, Bejo Dan Novi Eko Rivo Antoni. 2015.  Respon Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat(Ipomoea Reptans Poir) Terhadap Pupuk Bioboost Dan Pupuk Za. Universitas Muhammadiyah. Jember.



Nio Song Ai Dan Yunia Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan Air Pada Tanaman: Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2. Universitas Samratulangi. Manado.



 

Puspitasari, Ervin dkk.  2012. Program Kreatifitas Mahasiswa: Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine Max) Bidang Kegiatan Pkm Artikel Ilmiah (Pkm-Ai). Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan PGRI. Madiun .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan suksesi

laporan dekomposisi

laporan pola penyebaran populasi